Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Kebutuhan tempat tinggal yang benar-benar digunakan sebagai hunian di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Atas dasar ini, pemerintah mengeluarkan program satu juta rumah untuk mengakselerasi penyediaan hunian yang terjangkau.
Sayang, para pengembang yang menjalankan program itu di lapangan masih menemui banyak sandungan. Padahal, pemerintah sudah memberikan kemudahan dari sektor permintaan melalui berbagai skema bantuan pembiayaan, seperti kredit pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (KPR FLPP) dan subsidi uang muka.
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdilah mengatakan pihaknya menargetkan pembangunan 130 ribu rumah murah tahun ini dengan sebaran terbanyak di Jawa Barat sebanyak 49 ribu unit dan Banten 22 ribu unit. Akan tetapi, hingga saat ini baru terealisasi sebanyak 30 ribu rumah dari target tersebut. Hal tersebut tidak terlepas dari sejumlah faktor yang mengganjal para pengembang.
"Kendala utama pembangunan rumah murah, yaitu ketersediaan lahan dan infrastruktur tidak menunjang untuk lokasi di pinggiran kota. Harga rumah FLPP memiliki batas atas sehingga butuh uluran tangan pemerintah daerah menyediakan infrastruktur," ujar Junaidi dalam diskusi di Jakarta, Senin (29/5).
Junaidi mengungkapkan masih banyak pemda yang enggan menyediakan lahan dan infrastruktur untuk pembangunan rumah subsidi karena menganggap pengembang hanya mengejar margin keuntungan. Terkait dengan penguasaan lahan, tidak sedikit izin lokasi dikuasai spekulan yang tidak melakukan pembangunan.
"Kalau begitu, pengembang kecil tidak bisa berbuat apa-apa karena tanah sudah dikuasai. Padahal, menyediakan rumah FLPP lebih banyak unsur sosial untuk merumahkan rakyat. Kami mengharapkan pemda mengerti dan jangan samakan kami dengan developer komersial antara biaya perizinan dan pajak serta waktu perizinan," tuturnya.
Perda dan pungli
Pemda masih belum berkenan menjalankan PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan berpegang pada peraturan setempat yang memberatkan pembangunan rumah bersubsidi, layaknya Serang dan Lebak, Banten.
"Pemerintah dua daerah itu, misalnya, untuk tanah di bawah 2 ha masih mewajibkan penyertaan dokumen UKL UPL (upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup). Ini cacat ketika PP sudah tersedia tetapi tidak diikuti pemda," jelasnya.
Masalah lain yang dirasakan sangat memberatkan pengembang rumah murah, yaitu masih marak pungutan di luar ketentuan dalam perizinan pembangunan.
Meskipun demikian, imbuh Junaidi, kemunculan tim Saber Pungli membuat pelaku pungli agak segan untuk bermain sehingga menekan biaya perizinan yang sebelumnya 20% dari biaya pembangunan menjadi di bawah 10%.
Pungutan liar yang paling umum terjadi pada perizinan IMB dikenai tarif sebesar Rp1 juta meskipun tarif resmi hanya sekitar Rp200 ribu per unit. Ini hampir terjadi di seluruh daerah. Sebenarnya untuk IMB rumah bersubsidi di beberapa tempat sudah gratis, seperti di Tangerang Selatan. Belum lagi biaya kenotariatan masih sangat tinggi dan sulitnya memperoleh prasarana dan sarana utilitas (PSU) dari pemerintah.
Sekjen Apersi Daniel Djumali mengidentifikasi masalah dalam pembangunan rumah subsidi yang berpotensi terjadi di tahun depan. Di PP 64/2016 Pasal 17 poin 2 disebut pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) yang berhak mengeluarkan sertifikat layak fungsi untuk rumah MBR. Ini justru mempersulit, menambah ongkos, dan memperlambat perizinan.
Asumsi tersebut tidak terlepas dari belum semua PTSP di daerah memiliki perangkat infrastruktur yang siap untuk penerbitan sertifikat layak fungsi. "Ini akan menjadi masalah ketika diimplementasikan tahun depan. Hanya 20 kabupaten yang siap menerapkan itu saat ini," tandas Daniel.(S-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved