TIDAK ada kebijakan penutupan wilayah alias lockdown. Itu keputusan terbaru yang dilontarkan Presiden Joko Widodo, kemarin, terkait dengan langkah penanganan wabah covid-19. Penegasan tersebut untuk menepis menguatnya desakan dari sejumlah pihak agar pemerintah menerapkan lockdown seperti yang berlaku di beberapa negara.
Lockdown, atau dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan disebut karantina wilayah, memang tidak bisa dilakukan begitu saja. Banyak syarat yang harus terpenuhi, termasuk dukungan sumber daya dan petimbangan ekonomi sosial. Penetapannya pun hanya bisa dilakukan menteri.
Dengan keputusan tidak ada lockdown, kita percaya pemerintah sudah memperhitungkan dengan baik sesuai kondisi saat ini. Presiden juga meminta pemerintah daerah mengoordinasikan kebijakan penanganan dengan kementerian terkait dan Satgas Covid-19.
Sangat disayangkan bila upaya membatasi penularan virus korona justru berbalik arah membuka lebar peluang penularan. Contohnya, kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengurangi operasional transportasi publik. Di banyak halte, warga berdesakan mengantre karena minimnya jumlah bus. Protokol menjaga jarak sosial sedikitnya 1 meter terlanggar habis-habisan.
Maksud kebijakan tersebut sebetulnya baik. Transportasi umum dianggap sebagai salah satu medium yang memudahkan penularan virus. Oleh karena itu, Pemprov DKI kemudian berupaya mengurangi peluang penularan itu dengan membatasi pemakaian transportasi umum. Langkah yang kemudian menjadi bumerang. Apalagi tanpa waktu sosialisasi yang cukup.
Sebaiknya otoritas fokus pada mencegah sumber kerumuman, keramaian, dan pertemuan orang dalam jarak dekat. Buat situasi yang membuat warga merasa tidak perlu bepergian bila tidak mendesak. Langkah menutup tempat-tempat wisata sudah tepat dilakukan. Kemudian, meliburkan sekolah-sekolah.
Selanjutnya, menginstruksikan perusahaan-perusahaan agar menerapkan sistem bekerja dari rumah bagi sebanyak mungkin karyawan. Ini tidak bisa sekadar imbauan. Otoritas daerah ataupun pusat harus memastikan pola kerja tersebut dijalankan seluruh perusahaan.
Sumber pertemuan jarak dekat lainnya ialah restoran dan warung-warung makan. Tidak masalah mereka tetap buka, tapi perbesar jarak sosial di lokasi itu. Caranya dengan larangan makan di tempat.
Pasar dan toko-toko ritel pun tidak bisa ditutup karena menyangkut kebutuhan pokok masyarakat. Namun, lebih baik bila dilengkapi skrining suhu badan dan pendataan identitas setiap pengunjung.
Pemerintah pusat masih bisa pula memperketat masuknya orang dari luar negeri. Pasalnya, di awal-awal, mayoritas kasus terinfeksi virus korona merupakan orang yang baru bepergian dari luar negeri.
Protokol jaga jarak sosial sangat krusial untuk dipatuhi. Keberhasilan meredam penyebaran wabah covid-19 memerlukan partisipasi dari masyarakat. Tiap individu memikul tanggung jawab yang sama.
Warga yang punya kesadaran tinggi tidak akan memanfaatkan momen ini untuk mudik ke kampung halaman, atau bepergian sekeluarga untuk berlibur. Tidak pula menghadiri apalagi mengadakan pertemuan sekalipun hanya pertemuan keluarga dekat.
Setidaknya dalam dua pekan ke depan kedisiplinan jaga jarak sosial mesti ditegakkan. Dengan begitu, penyebaran wabah covid-19 yang lebih luas bisa dicegah sekaligus menghindari dampak ekonomi sosial yang lebih besar. Mari bersatu melawan korona dengan keputusan cerdas.