INDONESIA dan dunia kini menghadapi darurat virus baru korona (covid-19). Penanganan dan penanggulangan virus korona mestinya dilakukan secara luar biasa pula. Perlu ada komandannya di tingkat pemerintahan.
Perlakuan luar biasa ada di Amerika Serikat, misalnya, Presiden Donald Trump langsung menunjuk wakilnya, Mike Pence, selaku koordinator penanggulangan wabah korona di negara adidaya itu.
Presiden Joko Widodo pun menunjuk juru bicara khusus untuk penanganan wabah korona agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat tidak simpang siur.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto ditunjuk sebagai juru bicara pada 3 Maret. Sejak ada juru bicara, informasi resmi soal covid-19 keluar dari satu pintu secara berkala dan kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan.
Penunjukan juru bicara resmi terkait dengan penanggulangan wabah korona merefleksikan perlunya sosok tepercaya kendati Presiden sudah memiliki 13 staf khusus, termasuk Fadjroel Rachman sebagai staf khusus bidang komunikasi/juru bicara presiden. Bisa saja Presiden menunjuk Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menteri Kesehatan sebagai narasumber korona.
Dengan berkaca pada penunjukan juru bicara khusus penanggulangan korona, kiranya patut dipertimbangkan juga agar Presiden menunjuk semacam koordinator penanggulangan wabah korona. Penunjukan koordinator itu perlu dipertimbangkan agar penanganan wabah virus korona fokus dan terkoordinasi dengan baik.
Sejauh ini, jujur dikatakan bahwa pemerintah telah mengerahkan segenap daya dan upaya untuk menanggulangi covid-19. Sejak ditemukan enam pasien positif covid-19 dan hingga kemarin terdapat 23 orang sebagai suspect, pemerintah sudah melahirkan empat protokol. Ada protokol kesehatan, protokol komunikasi, protokol pendidikan, dan protokol pencegahan di lintas batas negara.
Para menteri yang bersentuhan langsung atau tidak langsung dengan penanggulangan wabah korona juga sudah bekerja maksimal. Untuk mengantisipasi dampak korona, pemerintah juga sudah menyiapkan dana stimulus Rp10 triliun.
Terus terang dikatakan bahwa semua kementerian dan kebijakan terkait dengan penanggulangan korona elok nian bila berada dalam satu derap langkah, tidak bergerak sendiri-sendiri, dan berada di bahwa satu komando. Koordinasi itulah yang hingga kini belum terasa gaungnya. Dalam konteks itulah perlu dipertimbangkan agar Presiden menujuk seorang koordinator.
Presiden bisa saja menunjuk Wapres Ma’ruf Amin sebagai koordinator atau seorang menteri koordinator. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau Kepala Staf Kepresidenan juga bisa ditunjuk sebagai koordinator.
Tidak salah pula bila Presiden menunjuk orang di luar pemerintahan sebagaimana pemerintah pernah menujuk Kuntoro Mangkusubroto sebagai Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara. Asalkan ia diberi wewenang penuh untuk melakukan koordinasi lintas kementerian.
Benar bahwa sudah ada Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia. Akan tetapi, instruksi yang ditujukan kepada 27 menteri, kepala badan, sampai bupati dan wali kota itu belum secara rigid menunjuk koordinator jika terjadi wabah penyakit.
Penunjukan koordinator itu juga penting agar perhatian bangsa ini tidak semata-mata tertuju pada covid-19 sebab pada saat bersamaan muncul ancaman virus lainnya, yaitu deman berdarah dengue (DBD). Kementerian Kesehatan melaporkan kasus demam berdarah dengue terus meningkat. Dari 1 Januari sampai 4 Maret, tercatat 82 kematian dan 14.716 kasus.
Penujukan komandan penanggulangan wabah korona jauh lebih banyak manfaatnya ketimbang semua pihak, termasuk swasta dan kementerian, bergerak sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi.