VIRUS korona jenis baru atau covid-19 belum juga berhenti menebar ancaman dan ketakutan. Dunia, termasuk Indonesia, dituntut meningkatkan kewaspadaan sekaligus mengelola situasi agar tak menjurus kepanikan.
Meski penyebaran di Tiongkok, tempat asal mula penyakit itu mewabah mulai melambat, ekspansi virus korona di luar 'Negeri Tirai Bambu' justru meningkat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, sekarang ada lebih banyak kasus baru di negara-negara lain ketimbang di Tiongkok.
Jumlah negara yang terpapar virus menular itu pun bertambah. Bahkan, penyakit akibat covid-19 yang saat ini masih bersifat endemik dikhawatirkan akan menjadi pandemi.
Dalam situasi seperti itu, wajar, amat wajar jika setiap negara membuat beragam kebijakan ekstrem untuk menangkal penyebaran virus korona ke wilayah mereka. Menutup perbatasan, menghentikan sementara penerbangan dari dan ke Tiongkok, atau melakukan karantina mereka lakukan. Ada yang melarang wisatawan dari negara tertentu datang.
Terakhir, Arab Saudi memutuskan untuk memoratorium ibadah umrah dari seluruh negara. Langkah Saudi itu diumumkan kemarin sebagai bagian dari upaya untuk ikut mengendalikan, menghentikan, dan menghilangkan virus korona.
Memang, langkah Saudi tersebut amat mendadak. Keputusan serta-merta berlaku begitu diumumkan sehingga berdampak langsung terhadap para calon jemaah umrah dan para pihak yang terkait. Bahkan tak sedikit calon jemaah yang sudah berada di bandara tiba-tiba batal berangkat ke Saudi, atau baru saja tiba di Saudi, tetapi mesti kembali ke Tanah Air.
Keputusan Saudi menangguhkan penerimaan jemaah umrah dan turis yang hendak berkunjung ke Masjid Nabawi itu juga menambah berat beban pelaku ekonomi dalam negeri. Setidaknya biro perjalanan dan maskapai penerbangan yang sudah terpukul karena sepinya wisatawan akibat virus korona semakin kehilangan pemasukan.
Namun, meski berat, kita harus menghargai kebijakan Saudi. Mereka, seperti halnya kita, juga punya hak untuk memproteksi diri dari ekspansi virus korona. Mereka, sama halnya dengan kita, juga tak ingin menjadi korban covid-19 sebab jika sudah ada yang terpapar, perlu upaya luar biasa agar tidak menyebar.
Perlu pula dicatat bahwa penangguhan kunjungan ibadah umrah yang diberlakukan Saudi tak punya kasualitas khusus dengan Indonesia. Kebijakan itu dibuat untuk seluruh negara, bukan cuma kita.
Kita bersyukur, sungguh bersyukur, sampai saat ini masih terbebas dari virus korona. Kita berharap, sangat berharap, bisa tetap steril dari kasus korona. Karena itu, seperti halnya Saudi dan negara-negara lain, kita harus berlipat-lipat meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi.
Sejauh ini, langkah pemerintah menangkal virus korona berada di jalur yang benar. Keputusan mengevakuasi 238 WNI dari Tiongkok kemudian mengarantina mereka selama dua pekan di Natuna bahkan mendapat pujian dari WHO. Keputusan memulangkan 188 WNI anak buah kapal pesiar World Dream lalu mengobservasi mereka di Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu, mulai hari ini juga patut didukung. Pun langkah-langkah lain dilakukan agar virus korona tak menyambangi Indonesia.
Namun, menangkal virus korona bukan cuma menjadi tugas pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga punya kewajiban yang sama. Memperketat pengawasan di pintu-pintu masuk ke wilayah Indonesia tak boleh ditawar-tawar. Yang tak kalah penting ialah terus memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai cara mencegah agar tidak tertular virus menular itu.
Peran masyarakat pun tak kalah vital. Mesti terdengar klise, membiasakan hidup sehat ialah cara paling ampuh untuk membentengi bangsa ini dari serangan korona. Kita memang boleh panik dan paranoid, tetapi wajib ekstra waspada.