PEMERINTAH Indonesia tengah membuka wacana untuk memberikan akses data secara gratis kepada Amerika Serikat. Kebijakan ini menuai sorotan tajam karena dinilai berisiko tinggi terhadap keamanan data nasional dan kedaulatan digital. Amerika Serikat sendiri memiliki catatan buruk dalam perlindungan data: sejak 2004, lebih dari 3 miliar email dan 12,5 miliar data pribadi warganya telah bocor, dengan insiden kebocoran terjadi rata-rata setiap 39 detik. Bahkan, kerugian akibat kebocoran data di AS mencapai US$9,48 juta per kasus menurut laporan IBM tahun 2023. Sementara itu, Indonesia masih bergelut dengan lemahnya sistem perlindungan data pribadi. Hingga 2023, Indonesia berada di peringkat ke-13 dunia dalam hal jumlah data bocor, dengan 156 juta email dan 545 juta entitas data yang telah terekspos. Insiden besar seperti kebocoran data BPJS, KPU, dan PDNS menunjukkan bahwa arsitektur keamanan siber nasional belum matang. Meski Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah disahkan, implementasi teknisnya belum berjalan optimal, dan mekanisme pengawasan belum sekuat sistem seperti GDPR di Eropa.

Di sisi lain, pemerintah melihat peluang dalam kerja sama ini, khususnya dalam hal diplomasi digital, peningkatan investasi teknologi, dan pertukaran intelijen keamanan lintas negara. Namun, tanpa adanya perjanjian perlindungan data timbal balik (reciprocal data protection agreement) dan sistem audit yang memadai, rencana ini sangat rawan disalahgunakan. Risiko penyalahgunaan data oleh pihak asing, termasuk untuk kepentingan ekonomi, intelijen, atau bahkan politik, tak bisa diabaikan. Karena itu, sebelum membuka akses data ke negara lain, Indonesia sebaiknya terlebih dahulu memperkuat infrastruktur perlindungan data, membentuk lembaga pengawas independen, dan memastikan adanya transparansi serta batasan hukum yang jelas dalam kerja sama internasional di bidang data. Dalam kondisi saat ini, berbagi data ke AS lebih berpotensi menjadi ancaman daripada peluang, kecuali jika dilandasi oleh kesiapan regulatif, institusional, dan teknologis yang kuat.