Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
ADISKURSUS agama, Pancasila, dan negara dianggap telah selesai dan tidak perlu diperdebatkan. Sebaliknya, kembali membumikan nilai-nilai Pancasila harus menjadi agenda utama seluruh anak bangsa.
Hal itu mengemuka dalam diskusi Refleksi Kebangsaan yang diselenggarakan Muslimat NU di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, Selasa (28/3).
Hadir sebagai pembicara, yakni Rais Aam Syuriyah PBNU Ma’ruf Amin, pengurus Ponpes Tebu Ireng Salahuddin Wahid, Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia (PSIK-Indonesia) Yudi Latif, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, dan Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa.
Dalam paparannya, Gus Solah--panggilan--Salahuddin Wahid--mengatakan di era sekarang ini tidak penting kembali mempertentangkan antara keindonesiaan dan keislaman.
Menurutnya, cara untuk menjaga dan merawat keindonesiaan ialah dengan menjaga perpaduan keindonesiaan dan keislaman yang sudah dicapai selama ini.
“Jangan lagi memperdebatkan. Apakah kita ini orang Indonesia yang beragama Islam atau orang Islam yang tinggal di Indonesia. Kita ialah orang Indonesia yang beragama Islam, sekaligus orang Islam yang berbangsa Indonesia,” tuturnya.
Itu sebabnya memadukan Indonesia dan Islam ialah suatu modal sosial politik yang berharga. Jika tidak, akan selalu ditemui kondisi dan situasi penuh konflik antarumat Islam seperti sekarang.
Yudi Latif menyampaikan bahwa nilai-nilai Pancasila lebih dari sekadar filsafat negara. Kandungan nilai Pancasila harus menjadi gaya hidup yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga manfaatnya bisa dirasakan.
Yudi melihat mereka yang mempertentangkan Pancasila dan Islam tidak memahami apa itu Pancasila dan apa nilai-nilai Islam sebagaimana telah dijabarkan dalam Alquran.
“Bung Karno menyampaikan bahwa sebenarnya Pancasila ialah pendirian hidup bangsa yang sudah tumbuh dan menjadi jantung dari spiritualitas bangsa,” jelasnya
Yudi pun memuji Muslimat NU yang dianggap mewarisi mental revolusi karena lahir setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Mental itu yang menjadikan Muslimat NU mampu mengesampingkan segala macam perbedaan untuk kemaslahatan bangsa dan negara.
Kegelisahan umat
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa mengatakan diangkatnya Pancasila, agama, dan negara sebagai tema diskusi itu karena adanya kegelisahan Muslimat NU terhadap format berbangsa dan bernegara yang dianggap telah melenceng dari cita-cita awal pendirian Indonesia.
“Bagaimana kemudian perbedaan yang ada di tengah-tengah masyarakat dapat dilihat sebagai rahmat, bukan malah membuat perpecahan dan friksi,” tuturnya.
Diskusi tersebut merupakan langkah awal bagi para kader di wilayah ataupun cabang untuk mengadakan diskusi serupa dengan patokan tema yang sama. “Para kader bisa memperbarui tema seperti Pancasila dan NU, Pancasila dan negara, Pancasila dan agama, Pancasila dan Aswaja, serta tema-tema sejenis asal masih dalam koridor ketiga aspek yang dimaksud.”
Refleksi kebangsaan itu diikuti 34 pimpinan wilayah seluruh Indonesia dan 180 pimpinan cabang berprestasi. (P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved