Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
KETIKA masa kampanye pillkada dimulai, petahana yang maju kembali dalam pemilihan harus mengambil cuti tanpa tanggungan. Sesuai aturan, kekosongan kursi kepala daerah diisi oleh pelaksana tugas (Plt) atau pejabat kepala daerah yang ditunjuk Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Demi mencegah kemandekan pembangunan daerah selama ditinggal cuti oleh sang kepala daerah, seperti yang terjadi dalam pilkada-pilkada sebelumnya, Plt kini diberi wewenang untuk menandatangani peraturan daerah (perda) tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Plt juga berwenang menyetujui perda tentang organisasi perangkat daerah (OPD). Penandatanganan kedua jenis perda mesti mendapat persetujuan tertulis dari mendagri. Plt pun dapat mengganti pejabat berdasarkan perda perangkat daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri. Kewenangan-kewenangan itu dipayungi Peraturan Mendagri No 74 Tahun 2016 tentang Cuti Diluar Tanggungan Negara bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Dalam praktiknya, wewenang itu menimbulkan kontroversi. Ada yang menilai wewenang tersebut kebablasan. Namun, ada pula yang mengeluhkan pembangunan di beberapa bagian tetap mandek karena wewenang plt yang terbatas. Di Ibu Kota misalnya. Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menuding Plt Gubernur Sumarsono menyalahi garis kebijakan yang ia bangun. Soni, demikian Sumarsono disapa, merombak sistem penganggaran yang telah disusun sebelumnya oleh Basuki.
Plt tersebut diberitakan membatalkan 14 proyek lelang dini yang akan dianggarkan dalam APBD DKI 2017. Padahal, Basuki menggelar lelang dini agar proyek bisa langsung dikerjakan pada awal tahun setelah APBD DKI 2017 disahkan dan penyelesaian proyek lebih cepat. Soni juga memunculkan dana hibah yang telah disetop Basuki, serta menunda yang lain. "Plt ngerti enggak saya mau ke mana. Pernah nanya enggak visi-misi saya mau ke mana. Itu yang jadi masalah," keluh Basuki. Basuki mengaku kesal harus melaksanakan program yang sama sekali bukan disusun olehnya. Terlebih, pelaksana tugas banyak mengambil kebijakan baru tanpa komunikasi dengannya.
"Enggak ada komunikasi sama sekali karena saya juga kan enggak boleh kontak SKPD selama cuti." Sementara itu, di Kota Yogyakarta, kewenangan terbatas Plt dianggap menghambat. Tiga rancangan peraturan daerah (raperda) yang mendesak untuk diterapkan belum bisa ditetapkan. Pasalnya, ketiga raperda bukan termasuk APBD ataupun terkait perangkat daerah. Ketua DPRD Kota Yogya Sujanarko mengaku tengah berkonsultasi dengan Pemprov DIY dan Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri untuk bisa mengesahkan ketiga raperda tanpa menunggu kembali aktifnya kepala daerah.
Dalam menanggapi pelaksanaan kewenangan Plt, Mendagri Tjahjo Kumolo mengungkapkan sejauh ini belum ada laporan-laporan dari daerah terkait Plt yang bermasalah. "Tidak ada (laporan Plt bermasalah)," ujarnya. Tjahjo juga menegaskan hal-hal yang dilakukan Plt, termasuk Soni, tidak melanggar aturan. Meski Soni melakukan beberapa perubahan anggaran, Tjahjo meyakinkan penyusunan APBD 2017 masih tetap sesuai dengan dokumen perencanaan makro DKI Jakarta. Dokemen itu berupa rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) yang merupakan turunan dari RPJMD lima tahunan yang merefleksikan visi-misi gubernur/wagub. "Plt tidak bisa mengubah APBD keluar dari RKPD. Untuk mekanisme kontrolnya, dalam menandatangani perda APBD dan juga perda OPD harus dengan persetujuan tertulis Mendagri," tutur Tjahjo.
Waktu bahas APBD
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni, berpendapat skema kewenangan Plt dan pejabat yang mengisinya saat ini sudah tepat. Kendati begitu, semestinya, kehadiran Plt tidak pada saat pembahasan APBD. "Bagaimanapun mestinya APBD dibahas bersama oleh kepala daerah definitif dan DPRD," terang Titi. Plt pun, lanjut Titi, jangan sampai tidak berkonsultasi dengan Mendagri ketika akan mengubah kebijakan yang digariskan kepala daerah nonaktif. "Sesuai undang-undang pemda ada beberapa kewenangan yang hanya bisa dieksekusi setelah berkonsultasi dengan pejabat berwenang di atasnya."
Kerja para Plt kepala daerah tidak luput dari pengawasan Komisi II DPR. Anggota Komisi II DPR Hetifah Sjaifudian mengingatkan agar Plt menjalankan wewenang sesuai dengan aturan yang berlaku. Tidak boleh menyalahgunakannya. "Jika mencermati Plt kepala daerah yang saat ini mengisi kekosongan karena petahana mencalonkan diri di pilkada, kami yakin mereka ialah orang-orang pilihan. Ketika ada kewenangan-kewenangan yang menyalahi aturan, tentu akan kami evaluasi di DPR," papar Hetifah saat dihubungi, Media Indonesia, Sabtu (3/12).
Ada yang melanggar
Hetifah menyebutkan wewenang dan kewajiban Plt sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 2008, khususnya Pasal 132A, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 34 ayat 2, dan Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN) No K.26.30/V.20.3/99 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian.
"Dalam SK ini disebutkan badan dan atau pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui mandat tidak berwenang mengambil keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran," ujarnya. Pelanggaran yang kerap dilakukan biasanya terkait mutasi pegawai tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Mendagri. "Berdasarkan SK tersebut, ada pembatasan wewenang bagi Plt. Inilah yang memunculkan istilah bahwa Plt itu meneruskan kebijakan kepala daerah sebelumnya, tidak membuat kebijakan baru," ungkapnya.
Hetifa menerangkan, ketika Plt melakukan mutasi pegawai, tumpang tindih dapat terjadi. Hal itu diatur pula dalam Pasal 14 Undang-Undang No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. "Itu seperti dilanggar oleh Plt di Morotai, Tobasa, dan Bener Meriah yang harus dievaluasi oleh Kemendagri," ungkap Hetifah. Namun demikian, Hetifah menilai sebagian lagi pejabat sementara seperti Plt Gubernur DKI Jakarta, Plt Gubernur Gorontalo, dan Plt Gubernur Aceh, yang merupakan pejabat eselon I di Kemendagri sejauh ini menjalankan aturan dengan baik. "Beberapa waktu lalu, kami juga mencermati adanya sanksi yang akan diberikan oleh Plt Gubernur DKI kepada oknum aparatur sipil negara (ASN) yang terlibat kampanye. Ini kan kebijakan yang baik sesuai UU ASN," tutupnya. (Jay/Cah/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved