Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
DEKLARASI dokumen-dokumen rahasia milik sejumlah lembaga Amerika Serikat (AS) mesti dijadikan momentum mengungkap tabir gelap yang menyelimuti Tragedi 1965. Menurut Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, pemerintah bisa menjadikan dokumen itu sebagai bukti tambahan untuk membuka kembali penyelidikan Tragedi 1965.
“Pembukaan dokumen penting untuk menambah bahan informasi bagi pemerintah Indonesia dan Komnas HAM bakal mengumpulkan fakta peristiwa 65-66. Arsip laporan Kedutaan AS ke Kemenlu berupa kabel dan telegram. Yang penting penggambaran bagaimana pembunuhan itu terjadi, siapa saja yang terlibat, bagaimana TNI terlibat, dan bagaimana pemerintah AS terlibat,” ujar Usman dalam konferensi pers di Kantor Amnesty Internasional Indonesia di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (20/10).
Seperti diberitakan, sejumlah dokumen kabel diplomatik AS soal Tragedi 1965 kembali dibuka ke publik oleh tiga lembaga di AS, yakni National Security Archive (NSA), National Declassification Center (NDC), dan National Archives and Records Administration (NARA). Setidaknya ada 39 dokumen setebal 30 ribu halaman yang diungkap ketiga lembaga itu. Dokumen itu merupakan catatan Kedutaan Besar AS untuk Indonesia sejak 1964 hingga 1968.
Peneliti International People’s Tribunal (IPT) 1965 Sri Lestari Wahyuningrum mengatakan dokumen itu sebenarnya bukan barang baru bagi IPT. Dalam IPT di Den Haag pada 10 hingga 13 November 2015 lalu, Bradley Simpson, profesor Universitas Connecticut yang mendirikan Proyek Dokumentasi Indonesia/Timor Timur, mengungkapkan sebagian isi dokumen-dokumen tersebut.
“Dokumen-dokumen itu menjadi bagian yang sangat dipertimbangkan hakim ketika memutuskan keterlibatan negara asing dalam genosida setelah G-30-S/PKI. Berdasarkan bukti-bukti yang diketahui AS, Inggris dan Australia terlibat dengan peran masing-masing,” ujar Wahyuningrum. Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Feri Kusuma mendesak Jokowi membentuk Komisi Kepresidenan guna mengungkap fakta-fakta terkait Tragedi 1965. Apalagi, rencana pembentukan komisi khusus untuk menangani kasus-kasus pelanggaran HAM di masa merupakan salah satu janji Jokowi di Nawacita. (Deo/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved