Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Membangun kembali Sejarah Buddha di Afghanistan

(AFP/Indah Hoesin/I-3)
06/12/2016 01:15
Membangun kembali Sejarah Buddha di Afghanistan
(AFP PHOTO / WAKIL KOHSAR)

SELAMA berabad-abad mereka telah berdiri kukuh, menjadi penghalau panas bagi ladang warga sekitar, sekaligus menjadi sosok orangtua yang dihormati dan dicintai penduduk Buddha Afghanistan. Mereka Salsal dan Shamama, dua patung monumental kuno Buddha yang terletak di tebing Bamiyan. Namun, semua itu musnah dalam serangan Taliban untuk menguasai Provinsi Bamiyan dan membunuh ribuan warga kelompok minoritas muslim Syiah Hazara pada 2001 silam. Semua habis tersapu oleh genosida budaya.

Penduduk Afghanistan, terutama para petani kentang yang berada di tepian tebing, meratapi hilangnya siluet patung Salsal setinggi 56 meter dan patung Shamama setinggi 38 meter. "Bagi kami, mereka (kedua patung) telah seperti orangtua. Saya merasa seolah-olah telah kehilangan keluarga," ujar Hakim Safa, perwakilan Kementerian Budaya Afghanistan yang menjual tiket masuk di situs tersebut. Sekarang setelah 15 tahun berlalu, penduduk setempat berharap peninggalan sejarah tersebut dapat dibangun kembali.

"Mereka (penduduk) selalu bertanya, kapan kami akan membangunnya kembali," ujar Rassoul Chojai, profesor arkeologi di University of Bamiyan. Namun, patung tersebut benar-benar hancur, bahkan tidak jelas apakah bisa dibangun kembali. UNESCO dan para arkeolog hanya berhasil mengumpulkan kepingan batu berbagai ukuran, sedangkan bagian besar patung hilang begitu saja. Hilang menjadi debu. "Kehancuran patung Buddha terjadi secara total. Sekarang sangat rapuh dan terancam runtuh," tegas Julio Bendezu-Sarmiento, Direktur Delegasi Arkeologi Prancis di Afghanistan (DAFA).

Saat ini tim tengah bekerja memperkuat Salsal. Namun, mereka terhambat dalam perancah konstruksi raksasa. "Fokus UNESCO ialah melestarikan sisa-sisa patung tersebut," ujar Ghula Reza Mohammadi, wakil PBB di Bamiyan. Tidak hanya secara teknis sulit untuk dibangun kembali, perdebatan pun muncul terkait dengan nilai pertimbangan yang harus diberikan dalam pandangan etika, kemanusiaan, dan hak asasi manusia. "Patung tidak hanya representasi fisik, mereka memiliki makna bagi orang-orang, untuk mewakili sejarah mereka dan keberagaman budaya mereka atau secara mendalam adalah untuk menghormati dialog agama," ujar Masanori Nagaoka, Direktur Warisan Budaya UNESCO di Kabul.

Selain kedua patung, tebing Bamiyan memiliki 4.000 gua berhiaskan berbagai desain lukisan, terhubung dengan tangga dan lorong yang digunakan para pertapa di masa lalu. Gempuran Taliban menyebabkan retakan yang sangat dalam di sepanjang relung. Setelah bertahun-tahun diterpa cuaca, bebatuan di sana pun runtuh. UNESCO telah memperkuat relung Shamama dengan bantuan dana Jepang.

Sejak 2001, peneliti Jerman juga telah berupaya untuk melindungi lukisan yang terdapat di dinding. Sementara itu, kelompok ahli yang terdiri atas arkeolog dan restorers asal Afghanistan, Jerman, Jepang, serta Prancis akan bertemu pada 1-3 Desember di Muenchen, Jerman. Komite Pelestarian Bamiyan tersebut akan membahas kelanjutan pelestarian situs Salsal dan Shamama.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya