Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Pemerintah Kurdi Ditekan

Haufan Hasyim Salengke
29/9/2017 02:15
Pemerintah Kurdi Ditekan
(AFP PHOTO / DELIL SOULEIMAN)

PEMERINTAH daerah Kurdi (KRG) di utara Irak menghadapi tekanan yang meningkat setelah referendum kemerdekaan yang membuat Baghdad geram dan memicu kekhawatiran internasional, terutama negara-negara tetangga serta Amerika Serikat (AS). Hasil resmi referendum Kurdi yang dirilis, Rabu (27/9) waktu setempat, menunjukkan warga Kurdi Irak memilih untuk merdeka dari Baghdad dengan 92,73% suara memilih 'Ya'. Meski referendum bersifat tidak mengikat, Baghdad menyebut jajak pendapat itu ilegal dan mengambil respons agresif dengan menyerukan penangguhan penerbangan internasional ke bandara di wilayah Kurdi, Erbil, dan Sulaymaniya. Baghdad juga akan meminta negara-negara tetangga untuk menutup perbatasan dengan wilayah Kurdi di Irak jika KRG tidak menyerahkan pos-pos perbatasan ke pemerintah pusat paling lambat Jumat (29/9).

Maskapai Timur Tengah (MEA) yang dimiliki Libanon menyatakan akan menunda penerbangan ke dan dari Bandara Erbil di utara Irak mulai Jumat (29/9). Ketua MEA Mohammad al-Hout mengatakan langkah itu untuk menjawab seruan Baghdad. "Untuk saat ini, kami setop. Penerbangan terakhir ialah pada 29 September, sampai mereka menyelesaikan masalah ini," ujarnya, Rabu (27/9). Keputusan MEA hanya terjadi beberapa jam setelah Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi mengancam akan memberlakukan embargo udara internasional kepada KRG jika tidak menyerahkan kendali bandara. Namun, Kementerian Perhubungan KRG menolak ultimatum pemerintah Irak dan bersikeras bahwa bandara wilayah tersebut akan tetap berada di bawah kendali otoritas Kurdi.

Selain MEA, maskapai penerbangan dari Turki, yang memiliki populasi Kurdi signifikan, serta Mesir dan Yordania mengatakan mereka akan menghentikan penerbangan ke wilayah Kurdi pekan ini sampai pemberitahuan lebih lanjut dari Baghdad. Sementara itu, pemimpin Kurdi Irak, Massud Barzani, mengatakan referendum itu tidak akan mengarah pada deklarasi kemerdekaan yang segera. Sebaliknya, itu justru membuka pintu perundingan. Namun, Al-Abadi menolak pendekatan itu. "Referendum harus dibatalkan dan dialog dimulai dalam kerangka konstitusi. Kami tidak akan pernah mengadakan pembicaraan berdasarkan hasil referendum," kata Al-Abadi kepada anggota parlemen.

Minyak
Pemerintah Irak, menjelang referendum kemerdekaan Kurdi di utara Irak yang kaya minyak, pada Minggu (24/9), mendesak semua negara untuk hanya berurusan dengan pemerintah pusat mengenai transaksi minyak. "Pemerintah Irak, dalam sebuah pertemuan kabinet keamanan, meminta negara-negara di kawasan dan di seluruh dunia untuk hanya mengurus masalah minyak dan perbatasan dengan mereka," ungkap media pemerintah Irak. Baghdad marah karena keputusan Kurdi untuk melanjutkan referendum, yang mengekspor rata-rata 600 ribu barel per hari (bpd) melalui jaringan pipa yang mengalir melalui Turki ke Ceyhan di Laut Tengah.

Totalnya mencakup sekitar 250 ribu bph dari ladang minyak di Kirkuk, sebuah wilayah yang kepemilikannya diperdebatkan oleh Baghdad dan KRG. Otoritas KRG sangat bergantung pada ekspor minyak untuk kelangsungan ekonomi wilayah itu. (AFP/Al Jazeera/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya