BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membantah kenaikan tinggi muka air laut atau banjir rob di beberapa daerah adalah dampak dari fenomena La Nina. Pasalnya, La Nina diprediksi akan terjadi mulai Juli mendatang.
"Tidak ada kaitannya dengan La Nina," kata Kepala Sub Bidang Informasi Meteorologi BMKG Hary Tirto Djatmiko, Selasa (7/6) malam.
La Nina atau peningkatan intensitas curah hujan diprediksi akan berlangsung tiga bulan berturut-turut. Mulai dari Juli, Agustus hingga September.
Sementara banjir rob yang terjadi awal pekan Juni 2016 di Pantai Utara Jawa lantaran bumi, bulan, dan matahari berada dalam satu garis lurus atau spring tide.
"Kondisi ini merupakan siklus rutin bulanan yang normal terjadi. Namun, karena bersamaan dengan terjadinya anomali positif tinggi muka air laut di wilayah Indonesia sebesar 15–20 centimeter, maka kondisi ini memberikan dampak yang menimbulkan kerugian materi," terang Hary.
Beberapa yang sempat terkena banjir rob adalah pesisir Jakarta, Pekalongan, dan Semarang. Sementara itu, gelombang pasang terjadi di Barat Sumatera, Selatan Jawa, hingga NTT.
Gelombang pasang itu diperkuat lantaran adanya penjalaran alun atau swell yang dibangkitkan dari pusat tekanan tinggi subtropis di barat daya Austaralia.
Hary mengatakan gelombang pasang atau tinggi ini akan terjadi hingga sepekan ke depan. Ia mengimbau masyarakat di sekitar daerah itu agar tetap waspada dan bersiaga.
Setidaknya BMKG mencatat beberapa wilayah yang mengalami gelombang tinggi. Adalah Perairan utara dan barat Aceh; Perairan barat Nias–Mentawai; Perairan Bengkulu–Kepulauan Enggano; Perairan barat Lampung; Perairan selatan Banten hingga Jawa Timur; dan Perairan selatan Bali, NTB, dan NTT. (MTVN/OL-3)