Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
INDONESIA dihadapkan pada persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan berdaya saing di masa depan, perguruan tinggi dituntut untuk menerapkan sistem pendidikan berbasis karakter.
Menurut Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek dan Dikti) Muhammad Nasir, pembentukan karakter dapat dilakukan selama proses pembelajaran. Dengan begitu, mahasiswa sebagai agen perubahan harus mengetahui jati diri sebagai bangsa Indonesia.
“Karakter yang ingin kita bangun ialah bagaimana menumbuhkan sifat gotong royong, semangat nasionalisme, kebangsaan, serta bela negara sesuai dengan Nawa Cita, yakni demi mewujudkan revolusi mental,” ujar Nasir kepada Media Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/5).
Lebih lanjut, terang dia, saat ini perguruan tinggi sudah menjalankan program Bela Negara yang dicanangkan pemerintah sejak tahun lalu. Namun, pelaksanaan bela negara pada dunia pendidikan sangat berbeda dengan bela negara yang diterapkan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Program Bela Negara yang diterapkan Kemenristek dan Dikti dilaksanakan melalui Direktorat Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan, yakni mendidik mahasiswa, terutama dalam pengembangan perilaku menuju peningkatan daya saing bangsa.
“Disiplin adalah sikap yang pertamatama harus dimiliki mahasiswa perguruan tinggi sehingga nantinya prestasi yang dicapai mempunyai keunggulan daya saing,” tegasnya. Nasir menambahkan, dengan meningkatnya daya saing perguruan tinggi itu, lulusan perguruan tinggi di Indonesia kelak diharapkan dapat mengejar ketertinggalan dari negara lain di tingkat ASEAN dan internasional.
“Kualitas kita masih tertinggal dengan negara tetangga lain, seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Salah satu indikatornya ialah publikasi ilmiah di jurnal internasional kita yang masih bisa dihitung jari. Mutu pendidikan kita kondisinya akut, maka prioritas pendidikan tinggi difokuskan meningkatkan mutu dan relevansi pula,” tegas Nasir.
Menurutnya, peningkatan mutu harus serius. Harapan masyarakat terhadap pendidikan tinggi tidak lagi cukup sebagai agen pendidikan atau riset. Pendidikan tinggi diharapkan pula menjadi agen pembangunan ekonomi.
“Untuk itu, perguruan tinggi tidak cukup menghasilkan lulusan dan riset yang baik, tetapi juga dituntut menghasilkan sarjana yang hebat berinovasi,” terang Nasir.
Senada dengan itu, Direktur Pembinaan Kelembagaan Pendidikan Tinggi Kemenristek dan Dikti, Totok Prasetyo, menyampaikan, lulusan perguruan tinggi di Indonesia harus memiliki daya saing tinggi dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
“Terkait itu, lulusan perguruan tinggi akan menghadapi masa relatif berat apabila tidak mempunyai keterampilan dan kompetensi dalam menghadapi dunia kerja. Keduanya turut melengkapi pendidikan karakter yang digaungkan pemerintah,” ujarnya saat pidato ilmiah dies natalis ke-44 IST Akprind Institut Sains dan Teknologi (IST) Akprind Yogyakarta, baru-baru ini.
Perlu evaluasi
Praktisi pendidikan, Arief Rachman, menyampaikan karakter bangsa harus dibangun dengan landasan Pancasila, mulai perilaku yang beradab dan bisa dipertanggungjawabkan hingga di hadapan Tuhan ataupun sesama manusia.
Tidak hanya itu, sambungnya, pembangunan karakter di sebuah instansi pendidikan harus mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berempati terhadap sesama. Setiap perbuatan yang dilakukan didasari pada nilai empati dan kepekaan sosial masyarakat.
“Itu semua dibina di sekolah dan perguruan tinggi. Disiplin, tanggung jawab, serta memiliki ketertarikan untuk menjaga nama baik bangsa di mata dunia luar,” ucapnya.
Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu pun menegaskan saat ini metode pendidikan yang diterapkan di Tanah Air sudah mengarah pada pendidikan karakter. “Akan tetapi, diperlukan evaluasi, termasuk pula pada pengendalian dan pengawasannya,” pungkas Arief. Sementara itu, Rektor Universitas Trilogi Prof Asep Saefuddin berharap Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 2016 bisa
menjadi momentum refl eksi bagi perguruan tinggi untuk menumbuhkan pendidikan karakter di level pendidikan tinggi dengan cara membangkitkan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada mahasiswa dan akademisi.
“Suatu negara tidak mungkin bangkit dengan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang lemah. Karena itu, pendidikan karakter sebagai bagian revolusi mental patut ditanamkan pada mahasiswa kita,” ujar Asep. Ia menambahkan sudah saatnya kebangkitan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi dimanfaatkan untuk masyarakat.
“Sehingga tidak ada lagi jarak antara mahasiswa, dosen dan masyarakat. Ilmuwan bisa membangun masyarakat. Masyarakat pun bisa menjadi inspirator para cendekiawan,” pungkas Asep. (Zuq/Bay/AU/S-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved