Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Tb Kebal Obat Meningkat

Puput Mutiara
24/3/2016 03:40
Tb Kebal Obat Meningkat
(Ilustrasi)

TUBERKULOSIS (Tb) merupakan jenis penyakit menular penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Masalah terkait penyakit itu kian pelik dengan adanya pasien yang kebal obat atau disebut mengalami multidrug-resistant tuberculosis (MDR-Tb).

Data dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan jumlah pasien MDR-Tb. Pada 2014, jumlahnya 1.752 orang, pada 2015 ada 1.840 orang, dan tahun ini meningkat menjadi sekitar 3.000 orang.

“Kasus MDR-Tb terjadi karena pasien tidak mematuhi jadwal minum obat,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) M Subuh saat temu media membahas perkembangan penanggulangan Tb di Indonesia, di Jakarta, Rabu (23/3). Kegiatan itu terkait dengan perayaan Hari Tuberkulosis Sedunia yang diperingati tiap 24 Maret.

Ia menjelaskan sejatinya penyakit Tb dapat disembuhkan dengan minum obat tiap hari selama enam bulan penuh. Namun, ada kalanya pasien menghentikan pengobatan setelah 1-2 bulan.

“Setelah minum obat Tb 1-2 bulan, pasien memang biasanya sudah merasa baikan hingga akhirnya memutuskan berhenti minum obat. Padahal mestinya dilanjutkan sampai 6 bulan,” ujar Subuh. Mereka menganggap sudah sembuh, padahal kuman Tb belum mati. Akibat penghentian pengobatan itu, kuman Tb menjadi kebal.

Kasus MDR-Tb lebih sulit ditangani karena harus menggunakan obat-obatan lini kedua. Bahayanya, kalau tidak tertangani dengan tuntas, bisa berkembang menjadi kasus extensively drug-resistant tuberculosis (XDR-Tb) yang lebih sulit lagi diobati. Pada XDR-Tb, kuman telah kebal terhadap seluruh jenis obat Tb.

Penanganan MDR-Tb juga jauh lebih mahal daripada Tb biasa. Tb biasa memerlukan Rp1,2 juta per bulan selama enam bulan. Sementara itu, MDR-Tb bisa menghabiskan hingga Rp100 juta per tahun per pasien.

Meski demikian, sambung Subuh, pemerintah sudah berkomitmen untuk memberikan bantuan biaya gratis sampai pasien Tb sembuh total.
“Faktor utama penyebab MDR-Tb itu ialah penatalaksanaan pasien Tb tidak sesuai international standar tuberculosis care (ISTC). Kami terus berupaya menanggulangi persoalan tersebut,” ungkapnya.

Selain memberikan pengobatan gratis yang ditanggung bersama oleh pemerintah pusat maupun daerah, akses pelayanan juga diperluas dengan menambah jumlah rumah sakit rujukan untuk MDR-Tb serta memperbarui fasilitas yang ada.

“Kita sudah alokasikan anggaran Rp300 miliar-Rp400 miliar untuk ketersediaan 500 ribu dosis obat, alat laboratorium, capacity building yang dititipkan ke daerah dalam bentuk dana konsentrasi. Belum lagi dari APBD dan BPJS Kesehatan,” tutur Subuh.


Pandangan negatif

Pada kesempatan sama, Uli, mantan pasien MDR-Tb, yang telah dinyatakan sembuh mengungkapkan menjadi pasien MDR-Tb sungguh sulit. Ia mengisahkan pengalamannya saat masih sakit. Selain harus menjalani pengobatan yang lama, ia juga harus menghadapi pandangan negatif dari masyarakat.

“Menjadi orang dengan MDR-Tb itu sangat tidak enak. Harapannya, di masa depan tidak ada lagi Tb, bukan hanya di Indonesia, melainkan di dunia,” ujarnya.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan sepanjang 2000-2015, rata-rata di Indonesia ada 458 ribu kasus Tb per tahun. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya