Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
EKONOM sekaligus dosen Anthonius Tony Prasetiantono bakal menghadirkan musisi jazz kenamaan Peabo Bryson dalam acara Economics Jazz yang digelar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bintang tamu konser yang akan digelar pada 3 Desember di Grha Sabha Pramana, Kampus Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta, mendatang itu diakui Tony merupakan tamu yang tersulit. "Peabo Bryson merupakan tamu yang tersulit kami undang sejauh 22 kali penyelenggaraan Economics Jazz, sebab dia sangat laris dan sibuk," kata Tony saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (29/11).
Bryson sibuk karena dirinya merupakan penyanyi bergenre R&B dan soul yang banyak diminati publik sehingga banyak permintaan untuk konser. Mengingat Bryson bukan sepenuhnya penyanyi jazz, demikian juga dengan penyanyi Raisa Andriana, 26, dan grup musik MALIQ & D'Essentials, Tony pun melakukan antisipasi, kesepakatan, sekaligus kompromi dengan cara menghadirkan saksofonis Michael Paulo agar tampil di acara itu. Diperlukan proses panjang untuk mempertemukan dua penyanyi hebat itu.
"Kami sudah melakukan pendekatan enam bulan yang lalu dengan pihak Peabo Bryson yang diwakili manajernya, Jeffrey Alston, yang tinggal di Atlanta, Amerika Serikat," kata dia. Saat konser yang dipandu Choky Sitohang itu, Bryson dan Raisa akan berduet membawakan lagu Beauty and the Beast dan A Whole New World. Nama Bryson memang melesat karena membawakan dua lagu dari film Disney, Beauty and the Beast (duet bersama Celine Dion) dan A Whole New World (film Aladdin, duet bersama Regina Belle).
Promotor
Bagi Tony, menjadi promotor hingga kali ke-22 penyelenggaraan Economic Jazz awalnya hanyalah 'kecelakaan'. "Karena saat itu fakultas lain punya acara musik, masak iya ekonomi enggak punya, akhirnya kami bikin jazz dan keterusan sampai sekarang," kata dia. Dia juga merinci, sedianya jika itu diselenggarakan rutin sejak 1987 hingga 2016, tahun ini merupakan kali ke-29.
Namun, ternyata ketidakberadaannya di Yogyakarta membuat acara itu tidak terlaksana. "Ya saat itu saya bersekolah di Australia dan Amerika, totalnya ada tujuh tahun, saat itulah vakum," ceritanya. Dia mengaku menjadi promotor acara musik itu tidak gampang, terlebih jazz, karena komunitas penggemar bergantung pada jenis musiknya. Kemudian sebagai penyelenggara, ia juga butuh totalitas, dedikasi, dan cinta.
"Tidak jarang saya harus kehilangan banyak waktu untuk mengerjakan Economic Jazz. Kesenangannya banyak meski uangnya tidak banyak. Intinya bikin acara ini kalau untung tidak terlalu banyak, nah ruginya kadang-kadang," terdengar suaranya tergelak melalui sambungan telepon. Dia pun menolak dikatakan penggalaman 22 kali menjadi promotor membuatnya ingin menjajal profesi itu. Dia mengatakan secara finansial, menjadi promotor bukanlah sebuah peluang melainkan kesenangan, dedikasi, dan kecintaan.
Dia pun ingin mengundang Bryson bertandang ke kediamannya untuk dijamu dengan dengan menu barbeku. "Itu masuk kontrak lo, saya ingin seperti Peter F Gontha, 68, dan Arifin Panigoro, 71, yang menjamu artisnya untuk makan malam di rumah. Selebihnya saya akan menjamu makan malam setibanya di Yogyakarta dengan menu tradisional," tutup Tony yang bersiap terbang ke Jakarta, malam itu. (H-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved