Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
BEBAN untuk memperluas akses perbankan bagi seluruh lapisan masyarakat kini berada di pundak lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kendati diberi kewenangan, otoritas yang tergolong masih baru ini berkeyakinan bahwa untuk mendorong inklusi keuangan secara masif tidak bisa dilakukan OJK sendirian. Karena itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad menekankan perlunya pendekatan secara menyeluruh dari semua pihak untuk mendorong pengembangan inkluasi keuangan di Indonesia. Media Indonesia berkesempatan untuk mewawancarai Muliaman Hadad pada Senin (14/11) terkait dengan inklusi keuangan dan Laku Pandai. Berikut kutipan wawancara wartawan Dero Iqbal Mahendra dengan Muliaman Hadad.
Dengan mobilisasi informasi mengenai inklusi keuangan yang cukup baik seperti sekarang ini, seberapa besar Anda yakin target inklusi keuangan 75% pada 2019 tercapai?
Saya kira kalau kita bekerja sedikit lebih keras, target 75% itu bukan sesuatu yang sulit. Apalagi kita mendefinisikan bahwa akses keuangan itu bukan hanya yang dari perbankan, melainkan juga akses dari koperasi, perusahaan pembiayaan, juga akses asuransi dan sebagainya. Artinya kalau itu semua di fokus kita, saya rasa 75% itu tidak sulit. Mudah-mudahan 75% pada 2019 saya kira bisa kita capai, malah mungkin saya optimistis bisa lebih cepat dari itu.
Mengapa dulu kenaikannya tidak cepat, tetapi saat ini lonjakannya sangat cepat?
Saya kira sejak adanya OJK, kita menjadikan literasi keuangan sebagai salah satu prioritas. Kita melibatkan media massa yang rasanya hampir setiap hari pemberitaan tentang edukasi keuangan. Kita juga turun ke bawah, ke sekolah. Kita memperkenalkan produk-produk simpanan pelajar, jadi pelajar juga sudah masuk ke sistem keuangan. Kita juga memperkenalkan Laku Pandai sehingga layanan keuangan tidak hanya di kota, tetapi sampai ke pelosok-pelosok desa. Semua strategi tersebut mempercepat proses peningkatan akses inklusi keuangan. Apalagi kita juga membuka akses yang lebih luas lagi baik ke pasar modal maupun IKNB.
Apa tantangan terbesar mengoordinasikan kementerian/lembaga untuk bergerak simultan mencapai target itu?
Saya kira pemerintah sudah sangat responsif. Presiden Joko Widodo sudah membuat peraturan presiden mengenai strategi nasional keuangan inklusif. Artinya Presiden melihat bahwa persoalan ini harus didekati secara komprehensif, tidak bisa OJK sendiri atau Bank Indonesia (BI) sendiri, tetapi juga melibatkan, misalnya, mesin Kemenkominfo karena nanti harus ada peran teknologi. Teknologi ini penting karena kita bisa mendistribusikan dari kota ke desa atau ke pulau-pulau terpencil yang tentunya memerlukan dukungan teknologi. Kemudian juga dukungan kementerian terkait lainnya. Dengan demikian, di dalam strategi keuangan inklusif ini, Presiden menetapkan bahwa Presiden sendiri sebagai ketua dan koordinator hariannya menko perekonomian dengan wakilnya saya dan Gubernur BI dengan kementerian lain menjadi anggotanya. Jadi ini memang sudah diniatkan dan strateginya ialah dengan cara total football. Jadi total football dalam mendorong inklusi finansial ini dengan cara mengembangkan strategi nasional yang dikeluarkan Presiden. Jadi harus semua pihak bersinergi. Data terakhir inklusi keuangan ialah data 2014, yakni 36%. Sementara itu, dalam dua tahun, OJK bersama dengan lembaga terkait lain seperti perbankan, pasar modal, dan Bank Indonesia sudah melakukan banyak upaya secara simultan yang cukup terlihat dampaknya.
Menurut perkiraan Anda, berapa tingkat inklusi keuangan saat ini?
Berdasarkan survei kita saat ini sudah sekitar 50%. Kita memang melakukan survei terbatas karena kita melakukannya sendiri. Tentunya akan ada ukuran-ukuran formal, tetapi kita sampai saat ini sudah 50% dengan berbagai produk, moda, komunikasi, dan sebagainya. Jadi memang ini tinggal sedikit lagi dan saya yakin 75% akan lebih cepat.
Presiden mengarahkan adanya penurunan biaya administrasi untuk tabungan secara keseluruhan dalam peringatan inklusi keuangan beberapa waktu lalu. Kapan hal itu bisa diwujudkan perbankan?
Sudah, ini sudah kita wujudkan. Jadi begini, Presiden melihat bagi para penabung kecil yang kalau kemudian tabungannya kecil dipotong biaya administrasi kan semakin menderita. Oleh karena itu, untuk yang kecil-kecil itu kita harus membebaskan biaya administrasi. Tabungan-tabungan yang kecil itu dalam sosialisasi kita selama itu seperti simpanan pelajar, juga tabungĀan-tabungan yang dibuka melalui Laku Pandai. Itu tabungan-tabungan yang tidak ada batas minimum yang sekali nyetor cukup hanya Rp10.000 atau Rp5.000. Kemudian saldo tidak dikenai biaya administrasi itu sudah kita keluarkan. Hanya, memang ini tidak untuk setiap tabungan orang yang jumlahnya banyak. Menurut saya, ini kan masalah prioritasnya untuk yang kecil-kecil agar uang yang sedikit itu tidak terpotong habis, itu sudah kita lakukan. Presiden juga sudah di-update terkait dengan hal ini. Jadi ini sudah berjalan. Saya kira setiap bank yang menawarkan simpanan tabungan kecil/pelajar (simpel) itu menerapkan tabungan tanpa administrasi.
Apakah akan menjadi pertimbangan dalam rencana bisnis bank (RBB) tahun depan?
Oh iya, tentu saja sudah, malah mungkin karena kita dorong terus simpel-nya dan kemudian simpel akan semakin banyak. Sekarang ini bank itu semangat. Kemarin di Nusa Tenggara Timur, bank pembangunan daerah (BPD) banyak yang semangat untuk setiap sekolah harus dibuka tabungan-tabungan. Bayangkan ada 50 juta siswa di Indonesia dari SD-SMA, itu kemudian menurut saya jadi target yang harus diinklusifkan dalam sistem keuangan. Tentu dengan begitu sekaligus menambah dana pihak ketiga (DPK) atau dana murah dari bank tersebut.
Apakah menurut pandangan Anda, tanpa biaya administrasi itu memang berdampak besar pada sebagian masyarakat untuk menabung di bank?
Saya rasa kalau untuk penabung-penabung kecil tentu akan signifikan karena ini penting. Misalnya kartu Indonesia pintar, kartu Indonesia sehat, dan semua bantuan pemerintah baik yang dilakukan Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Sosial itu tidak lagi dalam bentuk diberi uang, tetapi diberikan ke tabungannya. Misalnya mereka terima Rp300 ribu setiap bulan dan diberi pupuk, gula, minyak, ini mereka diwajibkan untuk membuka tabungan, yakni tabungan yang kecil-kecil itu. Jadi menurut saya tentu akan sangat signifikan bagi orang-orang ini sehingga dengan demikian mudah-mudahan mereka kemudian nantinya bisa menjadi penabung aktif. Nantinya kita edukasi. Kita berikan kesempatan dan sebagainya. Masyarakat ini ada sekitar 15 juta orang untuk yang menerima bantuan pemerintah ini. Kalau mereka masuk ke sistem bank dan kemudian 50 juta siswa juga masuk ke sistem bank, tentu akan cepat sekali mencapai 75% tersebut. (E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved